
AIAT Day Two: Dari Dinamika Penafsiran Bibel hingga Konstruksi Budaya Guyub dan Rukun dalam Al-Quran
Ushuluddin – Pada hari kedua, konferensi internasional Asosiasi Ilmu Al-Quran dan Tafsir (AIAT) yang diselenggarakan di UIN Yogyakarta tampak masih ramai peserta. Kali ini, memasuki sesi konferensi ke-3, para peserta disuguhi diskusi yang menarik dari tiga narasumber: Prof. Barend F. Drewes, Prof. Dr. Machasin, M.A., dan Alper Alasag.
Di dalam Gedung Kuliah Terpadu UIN Sunan Kalijaga, tempat konferensi berlangsung, sekitar delapan puluh (80) peserta terlihat serius menyimak diskusi. Beberapa sibuk mencatat poin-poin dari narasumber dan beberapa lainnya fokus pada sumber suara sembari mencerna diskusi yang disampaikan menggunakan Bahasa Inggris.
Menurut paparan dari Muhammad Saifullah, perwakilan dari Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir (IAT) Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) An Nur Jogja, kendati menggunakan Bahasa Inggris, apa yang narasumber sampaikan tidak sukar dipahami.
“Sebab ini kan pesertanya, rata-rata dari dosen ya jika tidak mahasiswa S2. Jadi, soal bahasa tidak menjadi kendala. Toh banyak juga yang ada di sini itu juga nanti akan presentasi di sesi paralel,” ungkapnya.
Tiga narasumber di atas mempresentasikan isu yang berbeda tapi berkaitan. Prof. Barend sebagai perwakilan dari Protestant Church of the Netherlands (PCN) mengulas tentang dinamika penafsiran Bibel. Ia fokus pada pergeseran seperti apa yang terjadi dalam penafsiran Bibel sejak tahun 1940.
Prof. Mahasin kemudian berbicara tentang penafsir Al-Quran–yang oleh banyak sarjana diyakini sebagai–paling awal di Melayu: Abdurrauf Singkel. Abdurrauf memiliki kitab tafsir yang masih bisa diakses hingga hari ini, yakni Tarjuman al-Mustafid.
Menurut Saifullah, mengapa Abdurrauf diyakini sebagai yang paling awal adalah karena kitab tafsirnya. Sebelum Abdurrauf sebenarnya ada Hamzah Fansuri, tapi Hamzah tidak meninggalkan warisan berupa kitab tafsir–dalam arti literal–sebagaimana Abdurrauf.
“Karena alasan itu, yang sering digadang sebagai yang paling awal menulis tafsir adalah Abdurrauf, meski Hamzah Fansuri juga menafsirkan Al-Quran melalui puisi-puisinya,” jelasnya dalam diskusi yang dipandu oleh Fadli Lukman.
Adapun narasumber yang ketiga mengulas tentang konstruksi budaya guyub-rukun dalam Al-Quran. Dari rimba konsep dan kata dalam Al-Quran, untuk membangun argumentasinya, ia masuk melalui diskursus ahl al-kitab.
Tag:AIAT, Prodi IAT, Ushuluddin