
Fakultas Ushuluddin Hadirkan Pakar Tafsir dan Hadis Maqashidi
Ushuluddin – Dewan Mahasiswa (Dema) Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) An Nur Yogyakarta berhasil mengundang pakar tafsir maqashidi Indonesia, Prof. Dr. Abdul Mustaqim, M.Ag. dan pakar syarah hadis maqashidi Umi Aflaha, M.Ag. untuk menjadi narasumber dalam Seminar Nasional bertajuk “Tafsir dan Syarah Hadis Maqashidi” pada Selasa (13/12).
Ketua Dema Fakultas Ushuluddin Yudi Sipriadi menyampaikan Seminar Nasional tentang maqashidi sebagai pendekatan ini penting untuk diadakan di lingkungan Fakultas Ushuluddin agar mahasiswa mendapatkan pembaruan pemikiran dalam kaitannya dengan Studi Al-Quran dan Hadis.
“Saya kira, teman-teman masih banyak yang belum tahu bahwa ada yang namanya pendekatan maqashidi untuk memahami teks Al-Quran dan Hadis. Jadi, ini adalah momen yang penting untuk me-update wacana teman-teman,” katanya dalam acara yang digelar di Auditorium utama IIQ An Nur Yogyakarta.
Tentang pendekatan maqashidi sendiri, Prof Mustaqim menjelaskan itu merupakan perspektif untuk mencari apa yang sejatinya diinginkan oleh teks.
Teks yang Prof Mustaqim secara khusus merujuk pada Al-Quran dan Hadis. Dengan ungkapan lain, ketika seseorang mendekati keduanya melalui maqashidi, satu yang harus ia temukan: apa yang sebenarnya dituju oleh teks.
“Karena pola tersebut, maka kita tidak bisa berhenti di aspek permukaan. Kita harus melampauinya, menuju apa yang sebetulnya teks inginkan,” jelas Prof. Mustaqim.
Prof. Mustaqim menyampaikan pula tentang beberapa hal penting terkait maqashidi, yakni aspek teori, ukuran, dan praktik yang digunakan.
Dari sisi teori, pihaknya menjelaskan bahwa diskusi maqashid bisa dilacak dari tulisan-tulisannya Imam Ghazali, Imam Juwaini, Imam Syatibi, Abduh dan Rida, hingga Ibn Asyur.
“Bahasan soal maqashid ini berkembang ya dan akan selalu berkembang dan yang belakangan ini ada Jasser Auda dengan tawarannya untuk menawarkan pola relasi antara dlaruriyyat, hajiyyat, dan tahsiniyyat,” ungkapnya.
Aspek kedua, ukuran, berhubungan dengan apa itu yang Imam Syatibi sebut khams dlarury atau lima prioritas, meliputi menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Dari lima ini, Prof. Mustaqim menambahkan dua (2) hal yang untuk konteks Indonesia hari ini mendesak untuk dimasukkan: menjaga negara (daulah) dan lingkungan (bi’ah).
“Dua hal ini, daulah dan bi’ah saya kira perlu ditambahkan sebab ketika negara sedang kacau atau perang misalnya, apakah kita bisa dengan efektif menjaga 5 hal yang lain? Jelas tidak. Begitu pun dengan lingkungan,” jelas sosok yang juga menjabat sebagai Direktur Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Adapun dari sisi praktik, beliau langsung pada contoh. Prof. Mustaqim berbagi cerita tentang hadis anjuran membunuh ciciak.
Baginya, ketika hadis tersebut didekati melalui maqashidi hasil akhirnya bisa terbalik, yakni siapa pun tidak boleh membunuh cicak. Sebab, lanjutnya, tujuan utama dari hadis cicak ini bukanlah pada membunuh cicak, tapi yang lebih mendasar darinya.
Maqashidi untuk Studi Hadis
Selanjutnya, dalam seminar nasional yang merupakan bagian dari acara Gebyar Tafsir Hadis II Dema Fakultas Ushuluddin ini, Umi Aflaha dosen Prodi Ilmu Hadis (ILHA) Fakultas Ushuluddin IIQ An Nur menjelaskan tentang kontribusi pendekatan maqashidi dalam kajian hadis.
Umi menegaskan, kajian hadis hari ini berhadapan dengan tantangan yang tidak sederhana. Hadis terancam kehilangan pengkaji, dan bahkan relevansinya.
Jadi, lanjutnya, dibutuhkan satu pendekatan yang dengannya kajian hadis di Indonesia bisa lebih asyik dan lentur dan dalam hal ini pendekatan maqashidi berpotensi besar untuk hadir sebagai penyelemat.
“Pendekatan ini bisa menjadikan hadis lebih relevan,” katanya dalam diskusi yang dipandu oleh Fatimah Fatmawati, dosen Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir (IAT) Fakultas Ushuluddin IIQ An Nur.
Menurut Umi, poros dari pendekatan maqashidi adalah pada bagaimana mengungkap apa yang tak terkatakan dalam teks hadis.
Seminar ini dihadiri oleh segenap dosen dan mahasiswa Fakultas Ushuluddin IIQ An Nur. Kaprodi ILHA Arif Nuh Safri, Kaprodi IAT Yuni Ma’rufah, Dekan Fakultas Ushuluddin, dan Rektor IIQ An Nur Yogyakarta Ahmad Sihabul Millah juga turut meramaikannya. (zv)