
Ushuluddin IIQ Adakan Sosialisasi Program Studi
Ushuluddin – Fakultas Ushuluddin Institut Ilmu Al-Quran (IIQ) Annur Yogyakarta adakan sosialisasi Program Studi (Prodi) di Madrasah Aliyah (MA) Annur Ngrukem, Pendowoharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta pada Kamis (24/3).
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Dekan Fakultas Ushuluddin Yuni Ma’rufah, kegiatan ini digelar untuk menggait para siswa agar tertarik untuk masuk ke Prodi Ilmu al-Quran dan Tafsir (IAT) dan Ilmu Hadis (ILHA).
Untuk konteks MA, apalagi jurusan Keagamaan (MAK), Ushuluddin dinilai lebih pas, yaitu supaya apa yang sudah dipelajari di sekolah bisa dilanjutkan dan diperdalam di kampus.
“Harapannya melalui sosialisasi ini, anak-anak berminat untuk masuk ke Prodi IAT, khususnya ILHA,” ungkap Yuni.
Kegiatan yang diselenggarakan di aula utama IIQ Annur ini dihadiri oleh dua (2) narasumber, Kepala Prodi (Kaprodi) ILHA Arif Nuh Safri dan Dosen IAT Tajul Muluk.
Arif, sapaan akrabnya, menyampaikan bahwa Hadis adalah bagian integral dari Al-Quran. Memahami Al-Quran tidak akan pernah bisa efektif tanpa hadis.
Untuk itu adalah suatu kebutuhan tersendiri bagi Indonesia untuk memiliki generasi-generasi yang memiliki kepakaran di bidang hadis.
“Karena itulah saya rasa untuk masuk ILHA adalah suatu kebutuhan,” katanya dalam kegiatan yang dipandu oleh Abdul Jabpar, dosen filsafat Fakultas Ushuluddin IIQ Annur.
Untuk konteks Prodi ILHA IIQ Annur, satu hal lagi yang tidak bisa dilupakan adalah tawaran soal sanad.
Arif memaparkan, ILHA IIQ Annur memiliki dosen-dosen yang di samping pakar, mereka sudah mempunyai sanad kajian hadis.
Jadi, mahasiswa yang belajar di ILHA IIQ Annur otomatis mendapatka keilmuan yang terverifikasi dalam arti bersanad, tidak sembarangan.
“Ini adalah kelebihan yang kami miliki di ILHA IIQ Annur, sehingga harapannya bisa meningkatkan minat-minat anak-anak MA terhadap ILHA,” jelasnya.
Adapun Tajul Muluk lebih menengarai pada bagaimana masyarakat di Indonesia lebih membutuhkan mereka yang pakar hadis, dibanding Al-Quran.
Pasalnya, dalam kajian di level masyarakat—baik yang diselenggarakan di masjid atau ketika ada acara pernikahan dan semacamnya—hadis lebih banyak dikutip oleh dai.
“Untuk kajiannya ibu-ibu atau bapak-bapak di desa itu Al-Quran jarang sekali disebut oleh yang mengisi kajian. Yang sering ya hadis,” jelasnya.
Oleh karena itu, demi terpenuhinya kebutuhan masyarakat tersebut dan menghindarkan mereka untuk mengundang dai yang sebenarnya “tidak pakar” di bidang hadis, Tajul menghimbau para peserta untuk tidak mengabaikan Prodi ILHA.
Kenyataan bahwa dalam prodi tersebut, mahasiswa akan diajak berdiskusi soal hadis secara utuh—tidak saja dari segi redaksi matan—termasuk bagaimana metode yang efektif untuk memahaminya merupakan alasan mengapa demikian.“Mudahnya begini, nanti alumni ILHA IIQ Annur pasti beda dengan mereka yang hanya sekadar tahu tentang matan hadis dan itupun pakai terjemahan,” tandasnya. (zv)